Skip to main content

Book Talk #6 Filosofi Teras; A good book can change your life

Book Talk #6 Filosofi Teras | Photo by Rafi


“Kapan-kapan review buku bareng dong.”

“Ih...boleh banget dong.”

(And then I got a direct message)

Do you mean it to talk about books together?”
“Iya dong, I mean it.


Kemudian jadilah Book Talk #6. Hahahaha. Segampang itu? Oh, tentu tidak semudah itu Ferguso!


Gue meluangkan waktu sekitar 30~60 menit untuk baca buku setiap hari. Setelah itu biasanya gue diskusi atau sharing ke salah satu teman gue tentang buku yang berhasil gue selesaikan. Banyak hal-hal positif yang gue dapat dari buku dan berniat untuk sharing ke orang-orang terdekat, trus karena itu muncul ide untuk buat konten diskusi atau review suatu buku. Unfortunately, gue tipe orang yang punya banyak ide tapi tertahan (rasa mager) untuk merealisasikan ide-ide tersebut. Sampai akhirnya gue left a comment on Rafi’s instagram, and after that one of my wish lists for making a content about a book has finally come true. Setelah diskusi, kami akhirnya memutuskan untuk bahas buku Filosofi Teras di Book Talk #6. Shout out to Rafi, everyone!


Well, actually there are many reasons that made me choose Filosofi Teras to talk about. Starting at the end of June, I’m stressed. Like, REALLY! Situasi, kondisi, dan perasaan yang gue alami saat itu berpengaruh sama kegiatan gue yang lain. Gue udah cerita di Stay safe, stay sane: we're all in this together! kalo gue jadi ga punya semangat untuk beraktifitas. Males olahraga, gambar, nulis, dan tentu aja ga punya keinginan untuk buka buku. Padahal ada 2 buku yang saat itu lagi gue baca, tapi gue ga punya keinginan sedikit pun untuk lanjutin. Like I said before, I wasn’t in the right state of mind and I didn’t want to ‘waste’ a good book. Sampe akhirnya suatu malam gue iseng buka aplikasi iPusnas (bisa langsung diunduh di Play Store dan App Store yaaaa) di smartphone dan buku yang mau gue pinjam tersedia. Udah Sekitar dua bulan gue ada di waiting list dan ketika tersedia, gue ga mau melewatkan kesempatan. Gue langsung klik Pinjam, Unduh, Baca.


Salah satu teman gue rekomendasiin buku ini ke gue, judulnya Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Honestly, gue memandang sebelah mata buku-buku bernuansa filsafat. Karena gue pikir, “duuh pasti berat nih, dan harus serius plus fokus banget pas bacanya.” and it turns out I’m totally wrong. Gue bahkan sampe berpikir kenapa ga baca dari dulu sih. Tapi, yaudah lah. Gue tipe yang percaya semua hal baik sudah diatur dan bakalan datang di waktu yang tepat😄. Persis sama yang gue alami. Awal Juli, banyak masalah datang dan bikin gue kepikiran sampe ga bisa tidur tenang. Bahkan sampe bener-bener ga bisa tidur. Kadang baru bisa tidur jam 3 atau 4 pagi, kadang juga baru bisa mejamin mata sekitar jam 6 pagi. Terus apakah gue akan bangun siang atau sore? NOPE! Gue bangun lagi jam 9 pagi untuk kerja. Gara-gara itu, gue jadi sering emosi dan uring-uringan. Fortunately, hal itu ga berlangsung lama. Big thanks to Henry Manampiring yang mencurahkan waktunya untuk nulis buku Filosofi Teras. So, actually what happened?


Penulisan Filosofi Teras didasari oleh rasa khawatir dan stres yang dialami oleh penulis, Henry Manampiring. Stosisime atau Filosofi Teras adalah filsafat yang berasal dari Yunani-Romawi kuno yang didasarkan pada ide bahwa tujuan hidup adalah hidup selaras dengan alam. Beliau menerapkan ilmu tersebut dan berhasil menjalankan sehingga beliau memutuskan untuk membagikan pengalamannya kepada pembaca luas. Dalam buku ini ditekankan juga bahwa dalam hidup ini manusia perlu menggunakan nalar. Karena semua kejadian bersifat netral, yang memutuskan hal tersebut merupakan hal positif atau negatif adalah diri kita sendiri. Pada Filosofi Teras terdapat konsep yang menurut gue bagus banget untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari, yaitu STAR. STAR (Stop, Think, Access, Respond) yang berarti berhenti, pikirkan, analisis, respon. Intinya, berpikir dengan matang sebelum melakukan atau merespon sesuatu adalah suatu hal yang perlu dilakukan, sehingga kita dapat menyikapi suatu hal dengan tepat.


Menurut Epictetus, “It's not things that trouble us, but our judgement about the things”. Hal ini sering banget terjadi di kehidupan gue dan mungkin juga di kehidupan kalian sehari-hari. Kita mungkin sering merasa kesal, bete, atau perasaan-perasaan buruk lainnya hanya karena hal yang kecil. Padahal sebenarnya hal tersebut bisa kita respon dengan baik or at least ga perlu dipikirkan dan bisa disingkirkan, contohnya terjebak kemacetan. Sebagian besar dari kita, terutama yang tinggal di kota-kota besar, menghadapi realita ini setiap hari. Ada kah yang suka terjebak kemacetan? I think most of us will say no. Ketika terjebak kemacetan kita bisa memilih untuk mengalihkan pikiran kita dengan cara dengar musik, nonton Youtube atau Netflix, baca buku, buka sosial media, dan kegiatan menyenangkan lainnya rather than grumbling and feeling stressed when stuck in traffic. Karena balik lagi, kemacetan adalah hal yang netral and we always have an option to respond to something, right?


Book Talk #6 Filosofi Teras | Photo by Rafi


Selain itu ada hal menarik yang mau gue bahas. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, media sosial merupakan salah satu platform yang digunakan banyak orang untuk berkomunikasi. Selain media untuk berkomunikasi, media sosial juga digunakan untuk membagikan pengalaman atau opini terhadap sesuatu. Penggunaan media sosial tentu saja memberikan hal positif, namun hal negatif juga ga bisa kita hindari ketika menggunakan media sosial secara berlebihan apalagi tanpa berpikir rasional. Terutama, ketika mendapatkan opini atau kritik dari orang lain. Pada Filosofi Teras disebutkan bahwa Stoisisme mengajarkan kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari "things we can control”. Jadi, kita ga bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian sejati kepada hal-hal yang ga bisa kita kendalikan, seperti perlakuan orang lain, opini orang lain, status dan popularitas, kekayaan, dll. Hal-hal tersebut termasuk dalam things we can’t control. Kita ga bisa kontrol pikiran dan opini orang lain and there’s nothing we can’t do. Setelah itu gue mikir, “Wow, that’s true. So, why should I care what people think of me?" buat apa kita menghabiskan waktu kita yang berharga untuk memikirkan opini orang lain bikin bad mood seharian atau bahkan bisa berhari-hari?


Seperti yang sudah dibahas, segala emosi yang mengganggu kita sebenarnya berasal dari cara penilaian yang salah. Cara pandang kita yang keliru atas kejadian dalam hidup ini menyebabkan kita stres, gelisah, depresi, atau marah-marah tanpa alasan yang jelas. Padahal, jika kita bisa mengendalikan persepsi dan semua emosi negatif kita, rasa damai dan tentram selalu bisa kita ciptakan tanpa harus menunggu hidup memperlakukan kita dengan baik.


Setelah baca buku Filosofi Teras, banyak positive vibes yang gue dapat. Terutama dalam menyikapi suatu hal. Gue menyadari bahkan pada situasi yang paling menyakitkan dan ga manusiawi, hidup ini masih bisa memiliki makna, dan karenanya, penderitaan pun juga dapat bermakna. Kita ga bisa memilih situasi kita, tetapi kita bisa selalu menentukan sikap atas situasi yang sedang dialami. Ketika menggunakan media sosial, gue pun jadi lebih rasional dalam mengunggah atau mengungkapkan sesuatu.


Filosofi Teras ngingetin gue juga untuk menggunakan waktu untuk hal-hal positif daripada menghabiskannya untuk hal yang sia-sia. Ketika lulus kuliah dan mulai kerja, gue mulai mengurangi waktu untuk kegiatan scrolling di media sosial. Walaupun terkadang masih sering curi-curi waktu buka smartphone berjam-jam untuk main games, cek media sosial, dll. Ada satu kutipan yang bikin gue tertohok ketika baca, "Karena orangtua, anak, istri, suami, teman-teman, orang-orang terkasih di sekitarmu itu fana/mortal, hargailah setiap momen bersama mereka..." jika mereka tiba-tiba direnggut dari sisi kita, apakah kita baru akan menyesal telah menghabiskan waktu pada layar smartphone selama berada bersama mereka? Gue mulai berusaha lagi untuk ga menghabiskan waktu terlalu banyak dengan smartphone (kecuali untuk hal-hal yang penting) dan menghargai setiap momen yang gue lewatkan bersama keluarga, teman, dan orang-orang terdekat lainnya.


Di era digital saat ini, kita bisa dengan mudah mengakses sesuatu. Kita bisa baca buku di mana pun dan kapan pun kita mau. Menurut gue, baca buku bikin kita belajar untuk berpikir lebih baik, lebih bijak memilih keputusan. The phrase "A Good Book Can Change Your life" turns out to be true. Well, I have not read so many books but I came through a book which changed my viewpoint of this world more interestingly. One of them is Filosofi Teras.


Sama seperti tujuan penulis yang gue jabarin di awal, salah satu alasan gue dan Rafi berbagi pikiran mengenai buku Filosofi Teras pada Book Talk #6 adalah kita berharap keluarga, teman, kolega, dan masyarakat luas yang bisa menikmati buku ini dan memahami pentingnya menciptakan kedamaian dan kebahagian, terutama untuk diri sendiri. I will advise you to go through this book once.


Xoxo

Deb:)



Comments

Deb's Highlight

Page 365 of 365; Are You Ready To Close This Book?

2019, You Taught Me Many Things! 💓Thank You💓 This year, 2019, has finally come to an end. This past year has truly been a year of growth and learning for me. I feel it is just like yesterday when I picked up my laptop to type Goodbye 2018, Hello 2019 back then in January. As 2019 comes to a close, I took a moment during these past few weeks to reflect on what has just happened and with that always comes a little reflection. Like many people, I have been thinking about all the things I did and learned this year and I am thankful for both, good and bad experiences. As  a type-A, plan-my-life-out, (actually there is almost nothing spontaneous about me and it is always something I have to consciously remind myself to do),  most often I am the person setting goals and working hard to achieve them. I worked hard for the things I love. I still haven't lost my dream of becoming an author or illustrator. I love writing and drawing. I am trying to make and create exciting char...

Feeling grateful and blessed

I got a random question from Instagram: How to become a great person? maybe this is an easy question, but after thinking about it, it turns out to be a bit difficult to answer. After thinking about it for a long time, my answer might be something like this, “I’m working on that myself! There’s no definition of being a great person. Everyone has different morals and povs. What I do is I just be the person I feel like being at this moment and if I make a mistake, then I learn from it and try not to repeat it, and eventually I'll be happy with the person that I was in this life." also, in my opinion, another thing that can be done to become a great person is to always be grateful. Oops, is this too deep? Sejak awal pandemi, sekitar Maret 2020, tuh gue gatau disentil apaan jadi sadar banget that I blessed with all the things I have now. Everything is enough. I won’t ask for more. Mau ngeliat temen-temen udah pada jauh di atas gue pun, gue udah di tahap, “ I’m genuinely happy for ...

UI-CREATES; It creates a long-lasting friendship and memories

Universitas Indonesia Credit Earning Program for Students Excursion to Saung Mang Udjo, Bandung Since being a buddy in early 2018, it has been a very important part of my college life. From that time my calendar each month works around the programs I could participate in, which made the best semester of my life. And this year, it happened again. I got a chance to be the buddy for another short course program. UI-CREATES or Universitas Indonesia Credit Earning Program for Students is a two or three-week short course program hosted by the International Office of Universitas Indonesia. By joining this program, students earn 3 credits (for two-week program) and 6 credits (for three-week program) after the completion. Not only taking the offered courses, students will also learn about Indonesian Language & Culture, have some cultural visits, and short internship program at Indonesian Government offices and Private Institutions related to the courses they are taking, for mo...